KEPERAWATAN JIWA I
Stress Berhubungan
Dengan Dampak Hospitalisasi
Dosen :
Disusun Oleh : KELOMPOK V
v
Iin Isnaini
v
Gusti Ayu Desi Sagitari
v
Veni Arizah
v
Salafudin
v
Nurul anisa
KONSENTRASI INSTALASI
GAWAT DARURAT
PROGRAM STUDI ILMU
KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU
KESEHATAN
SURYA GLOBAL YOGYAKARTA
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan YME, yang
telah memberikan limpahan rahmat_Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas makalah ini yang berjudul “Stress
Berhubungan Dengan Dampak Hospitalisasi”, disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah keperawatan jiwa I , jurusan Ilmu Keperawatan Stikes
Surya Global Yogyakarta.
Dalam
penulisan makalah ini tentunya penulis berterimakasih kepada dosen pembimbing
mata kuliah ini yaitu, yang telah membimbing, memotifasi dan mendampingi kami
dalam pembelajaran.
Makalah ini berisi tentang pengertian stress, konsep dasar hospitalisasi, pengertian hospitalisasi,
macam-macam hospitalisasi, Rentang respon hospitalisasi, Manfaat hospitalisasi,
Dampak hospitalisasi, Hospitalisasi pada anak.
Penulis menyadari
bahwa sepenuhnya dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan.
Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran semua pihak untuk
menyempurnakan makalah ini.
Akhir kata penulis
mengucapkan terimakasih dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Yogyakarta,
17 Maret 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................ 5
1.3 Tujuan................................................................................................... ....... 5
BAB 2. PEMBAHASAN
A. Pengertian stress............................................................................................ 6
B. Konsep dasar hospitalisasi ........................................................................... 6
C. Macam-macam hospitalisasi.......................................................................... 7
D. Rentang respon hospitalisasi......................................................................... 8
E. Manfaat hospitalisasi .................................................................................. 11
F.
Dampak
hospitalisasi................................................................................... 12
G. Hospitalisasi pada anak............................................................................... 13
BAB 3. PENUTUP
·
Kesimpulan................................................................................................ 23
·
Daftar pustaka............................................................................................ 24
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Hospitalisasi merupakan perawatan yang dilakukan
dirumah sakit dan dapat menimbulkan trauma dan stress pada klien yang baru
mengalami rawat inap dirumah sakit. Hospitalisasi dapat diartikan juga sebagai
suatu keadaan yang memaksa seseorang harus menjalani rawat inap di rumah sakit
untuk menjalani pengobatan maupun terapi yang dikarenakan klien tersebut
mengalami sakit. Pengalaman hospitalisasi dapat mengganggu psikologi seseorang
terlebih bila seseorang tersebut tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan
barunya di rumah sakit. Pengalaman hospitalisasi yang dialami klien selama
rawat inap tersebut tidak hanya mengganggu psikologi klien, tetapi juga akan
sangat berpengaruh pada psikososial klien dalam berinteraksi terutama pada
pihak rumah sakit termasuk pada perawat.
Masalah yang dapat ditimbulkan dari hospitalisasi
biasanya berupa cemas, rasa kehilangan, dan takut akan tindakan yang dilakukan
oleh pihak rumah sakit, jika masalah tersebut tidak diatasi maka akan mempengaruhi
perkembangan psikososial, terutama pada anak-anak. Masalah tersebut akan
berpengaruh pada pelayanan keperawatan yang akan diberikan, karena yang
mengalami masalah psikososial akibar hospitalisasi cenderung tidak dapat
beradaptasi dengan lingkungan di rumah sakit. Hal ini tentu saja akan
menyebabkan terganggunya interaksi baik dari perawat maupun tim medis lain di
rumas sakit.
Untuk mencegah supaya masalah hospitalisasi teratasi
maka peran perawat adalah tetap memberikan dukungan (support) dan
dorongan kepada klien yang efektif agar tidak terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan dan tetap menjaga kepercayaan klien agar klien tidak merasa takut
akan tindakan yang akan dilakukan oleh perawat. Selain itu perawat juga
berperan sebagai promotif yang memberikan pandangan pada keluarga agar
selalu setia mendampingi dan memberi perhatian lebih pada klien yang sedang
menjalani perawatan di rumah sakit. Hal ini menjadi salah satu pendukung karena
kehadiran orang terdekat dapat mengurangi rasa cemas maupun jenuh selama klien
mengalami perawatan.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa pengertian
stress?
2.
Apa konsep dasar
hospitalisasi?
3.
Apa pengertian
hospitalisasi?
4.
Apa macam-macam
hospitalisasi?
5.
Bagaimana
Rentang respon hospitalisasi?
6.
Bagaimana Manfaat
hospitalisasi?
7.
Apa Dampak hospitalisasi?
8.
Bagaimana
Hospitalisasi pada anak?
C.
TUJUAN
1.
Untuk mengetahui
pengertian stress
2.
Untuk mengetahui
konsep dasar hospitalisasi
3.
Untuk mengetahui
pengertian hospitalisasi
4.
Untuk mengetahui
macam-macam hospitalisasi
5.
Untuk mengetahui
rentang respon hospitalisasi
6.
Untuk mengetahui
manfaat hospitalisasi
7.
Untuk mengetahui
dampak hospitalisasi
8.
Untuk mengetahui
hospitalisasi pada anak
BAB
II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
STRESS
Stress adalah suatu
keadaan yang bersifat internal yang disebabkan oleh tuntutan fisik, lingkungan
dan situasi sosial yang merusak dan tidak terkontrol. Stress sangat
bersifat individu yang bersifat merusak bila tidak ada keseimbangan
antara daya tahan mental individu orang ituterhadap beban yang dirasakannya.
faktor
kunci dari stress adalah persepsi seseorang dan penilain terhadap situasi dan
kemampuan untuk menghadapi atau mengambil manfaat dari situasi yang dianggap
membebaninya.
Faktor
Penyebab Stress:
1.Faktor
Eksternal
faktor
stress yang berasal dari luar Kerjaan menumpuk ,stress karena jalanan macet
2. Faktor Internal
2. Faktor Internal
Berhubungan
dengan keadaan diri sendiri: harapan yang terlalu tinggi,ketakutan akan sesuatu
hal,trauma.
B. KONSEP
HOSPITALISASI
1.
Pengertian
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu
alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan klien untuk tinggal dirumah
sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali kerumah.
Selama proses tersebut anak dan orang tua dapat mengalami berbagai kejadian
yang menurut beberapa penelitian ditunjukkan dengan pengalaman yang sangat
traumatic dan penuh dengan stress, ( Supartini, 2004 hal : 188 ).
Hospitalisasi merupakan pengalaman yang penuh tekanan,
utamanya karena perpisahan dengan lingkungan normal dimana orang lain berarti,
seleksi perilaku koping terbatas, dan perubahan status kesehatan ( Potter &
Perry, 2005, hal : 665 )
Berbagai perasaan yang sering muncul pada anak, yaitu
: cemas, marah, sedih, takut, dan rasa bersalah ( Wong, 2000, dalam Supartini,
2004, hal : 188 ). Perasaan tersebut dapat timbul karena menghadapi
sesuatu yang baru dan belum pernah dialami sebelumnya, rasa tidak aman dan
tidak nyaman, perasaan kehilangan sesuatu yang biasa dialaminya dan sesuatu
yang dirasakan menyakitkan. Tidak hanya anak, orang tua juga mengalami hal yang
sama. (Supartini, 2004 hal : 188 ).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang tua
mengalami kecemasan yang tinggi saat perawatan anaknya dirumah sakit walaupun
beberapa orang tua juga dilaporkan tidak mengalami karena perawatan anak
dirasakan dapat mengatasi permasalahannya (Hallstrom dan Ellander, 1997.
Brewis, E. 1995, dalam Supartini 2004: 188 ).
Apabila anak stress selama dalam perawatan, orang tua
menjadi stress pula, dan stress orang tua akan membuat tingkat stress anak
semakin meningkat ( Supartini, 2004 hal : 188 ).
Anak adalah bagian dari kehidupan orang tuanya
sehingga apabila ada pengalaman yang mengganggu kehidupannya maka orang tua pun
merasa sangat stress ( Brewis ,1995, dalam Supartini hal : 188 ).
Proses hospitalisasi dapat menimbulkan trauma atau
dukungan, bergantung pada institusi, sikap keluarga dan teman, respon staf, dan
jenis penerimaan masuk rumah sakit. ( Stuart, 2007, hal :102 )
Jadi, dapat disimpulkan bahwa hospitalisasi ini
merupakan perawatan yang dilakukan selama dirumah sakit dimana terdapat rasa
penekanan akan sesuatu yang baru dan belum bisa menerima keadaan dan
hospitalisasi juga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman serta stress yang bisa
dialami oleh klien maupun keluarga.
2.
Macam – macam
hospitalisasi
Macam-macam hospitalisasi adalah menurut Lyndon (1995,
dikutip oleh Supartini 2004, hal 189),, Sebagai berikut :
a. Hospitalisasi
Informal
Perawatan dan pemulangan dapat diminta secara lisan,
dan pasien dapat meninggalkan tempat pada tiap waktu, bahkan jika menentang dengan
nasehat medis. Sebagian besar pasien medis dan bedah dirawat secara informal.
b. Hospitalisasi
Volunter
Hospitalisasi volunter memerlukan permintaan tertulis
untuk perawatan dan untuk pemulangan. Setelah pasien meminta pulang, dokter
dapat mengubah hospitalisasi volunter menjadi hospitalisasi involuter.
c. Hospitalisasi
Involunter
Hospitalisasi Involunter adalah sangat membatasi
otonomi dan hak pasien. Keadaan ini tidak memerlukan persetujuan pasien
dan seringkali digunakan untuk pasien yang berbahaya bagi dirinya sendiri dan
orag lain. Hospitalisasi Involunter memerlukan pengesahan (sertifikasi) oleh
sekurang-kurangya dua dokter; pengesahan dapat berlaku sampai 60 hari dan dapat
diperbaharui. Keadaan ini mungkin diminta oleh pegadilan sebagai jawaban atas
permohonan dari rumah sakit atau anggota keluarga.
d. Hospitalisasi
Gawat Darurat
Hospitalisasi Gawat Darurat (sementara atau
persetujuan satu orang dokter) adalah bentuk yang mirip dengan komitmen
involunter yang memrluka pengesahan atau sertifikasi hanya oleh satu
orang dokter; pengesahan berlaku selama 15 hari. Pasien harus diperiksa oleh
dokter kedua dalam 48 jam untuk menegakkan perluya perawatan gawat darurat.
Setelah 15 hari, pasien harus dipulangkan, diubah menjadi status involunter,
atau diubah menjadi status volunter.
3.
Rentang Respon
Hospitalisasi
Menurut Supartini ( 2004, hal : 189 ), berbagai macam
perilaku yang dapat ditunjukkan klien dan keluarga sebagai respon terhadap
perawatannya dirumah sakit, sebagai berikut :
a. Reaksi
anak terhadap hospitalisasi
Setelah dikemukan diatas, anak akan menunjukkan
berbagai perilaku sebagai reaksi terhadap pengalaman hospitalisasi. Reaksi
tersebut bersifat individual, dan sangat bergantung pada tahapan usia
perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, system pendukung yang
tersedia, dan kemampuan koping yang dimilkinya, pada umumnya, reaksi anak
terhadap sakit adalah kecemasan karena perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh,
dan rasa nyeri.
Berikut ini reaksi anak terhadap hospitalisai sesuai
dengan tahapan perkambangannya .
1) Masa bayi ( 0 –
1 tahun )
Masalah utama terjadi adalah karena dampak dari
perpisahan dengan orang tua sehingga ada gangguan pembentukkan rasa percaya dan
kasih sayang. Pada anak usia lebih dari 6 bulan terjadi stranger anxiety
atau cemas atau cemas apabila berhadapan dengan orang yang tidak dikenalnya dan
cemas karena perpisahan. Reaksi yang sering muncul pada anak ini adalah
menangis, marah, dan banyak melakukan gerakan sebagai sikap stranger anxiety.
2) Masa todler (
2-3 tahun )
Anak usia todler
bereaksi terhadap hospitalisasi sesuai dengan sumber stresnya. Sumber stress
yang utama adalah cemas akibat perpisahan. Respon perilakunya sesuai dengan
tahapannya :
a) Tahap protes, perilaku
yang ditunjukkan adalah menangis kuat, menjerit memanggil orang tuanya dan
menolak perhatian yang diberikan oleh orang lain.
b) Tahap putus asa,
perilaku yang ditunjukan adalah menagis berkurang, anak tidak aktif, kurang
menunjukan minat untuk bermain dan makan, sedih, dan apatis
c) Tahap
pengingkaran, perilaku yang ditunjukan adalah secara samar mulai menerima
perpisahan, membina hubungan secara dangkal, dan anak mulai terlihat menyukai
lingkungannya.
3) Masa prasekolah
( 3-6 tahun )
Perawatan anak dirumah
sakit memaksa anak untuk berpisah dari lingkungan yang dirasakannya aman, penuh
kasih sayang, dan menyenangkan, yaitu lingkungan rumah, permainan, dan teman
sepermainannya. Reaksi terhadap perpisahan yang ditunjukan anak usia prasekolah
adalah dengan menolak makan, sering bertanya, menangis walaupun secara
perlahan, dan tidak kooperatif terhadap tenaga kesehatan, perawatan dirumah
sakit mengakibatkan anak kehilangan control terhadap dirinya
4) Masa sekolah
(6-12 tahun )
Perawatan dirumah sakit
memaksa anak untuk berpisah dengan lingkungan yang dicintainya, yaitu keluarga
dan terutama pada kelompok sosialnya yang dapat menimbulkan kecemasan.
Kehilangan control juga terjadi akibat dirawat dirumah sakit karena adanya pembatasan
aktivitas. Kehilangan control tersebut berdampak pada perubahan peran dalam
keluarga, anak kehilangan kelompok sosialnya karena ia biasa melakukan kegiatan
bermain atau pergaulan social, perasaan takut mati, dan adanya kelemahan fisik.
5) Masa remaja (12
– 18 tahun )
Perawatan dirumah sakit
menyebabkan timbulnya rasa cemas karena harus berpisah dengan teman sebayanya.
Telah diuraikan pada kegiatan belajar sebelumnya bahwa anak remaja begitu
percaya dan sering kali terpengaruh oleh kelompok sebayanya (geng). Apabila
harus dirawat dirumah sakit anak akan merasa kehilangan dan timbul perasaan
cemas karena perpisahan tersebut. Pembatasan aktivitas dirumah sakit membuat
anak kehilangan control terhadap dirinya dan bergantung pada keluarga atau petugas
kesehatan dirumah sakit. Reaksi yang sering muncul pada terhadap pembatasan
aktivitas ini adalah menolak perawatan atau tindakan yang dilakukan padanya
atau anak tidak mau kooperatif dengan petugas kesehatan atau menarik diri dari
keluarga, sesama pasien dan petugas kesehatan ( isolasi ).
b. Reaksi keluarga
terhadap hospitalisasi
Reaksi yang terjadi
akibat pasien yang dirumah sakit adalah sebagai berikut :
1) Perasaan cemas
dan takut
a) Rasa cemas
paling tinggi dirasakan keluarga pada saat menunggu informasi tentang diagnosis
penyakit pasien (Supartini, 2000 dikutip oleh Supartini 2004 hal. 193)
b) Rasa takut
muncul pada keluarga terutama akibat takut kehilangan pasien pada kondisi sakit
yang terminal (Brewis, 1995 dikutip oleh Supartini 2004 hal. 193).
c) Perilaku yang
sering ditunjukan keluarga berkaitan dengan adanya perasaan cemas dan takut ini
adalah : sering bertanya atau bertanya tentang hal sama berulang-ulang pada
orang yang berbeda, gelisah, ekspresi wajah tegang dan bahkan marah (Supartini,
2000 dikutip oleh Supartini 2004 hal. 193)
2) Perasaan sedih
Perasaan sedih yang dialami keluarga menurut Supartini
(2000, dikutip oleh Supartini, 2004 hal.193), adalah sebagai berikut :
a) Perasaan ini
muncul terutama pada saat pasien dalam kondisi terminal dan keluarga mengetahui
bahwa tidak ada lagi harapan bagi pasien untuk sembuh.
b) Pada kondisi ini
keluarga menunjukkan perilaku isolasi atau tidak mau didekati orang lain,
bahkan bisa tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan.
3) Perasaan
frustrasi
Perasaan frustasi yang dirasakan menurut Supartini
(2004, hal. 193-194), adalah sebagai berikut :
a) Pada kondisi
pasien yang telah dirawat cukup lama dan dirasakan tidak mengalami perubahan serta
tidak adekuatnya dukungan psikologis yang diterima keluarga, baik dari keluarga
maupun kerabat lainnya maka keluarga akan merasa putus asa, bahkan
frustrasi.
b) Sering kali
keluarga menunjukkan perilaku tidak kooperatif, putus asa, menolak tindakan,
bahkan menginginkan pulang paksa. (Supartini, 2004).
4.
Manfaat
Hospitalisasi
Menurut Supartini (2004, hal : 198) manfaat
hospitalisasi, sebagai berikut :
a. Membantu
perkembangan keluarga dan pasien dengan cara memberi kesempatan keluarga mempelajari
reaksi pasien terhadap stresor yang dihadapi selama perawatan di Rumah sakit
b. Hospitalisasi
dapat dijadikan media untuk belajar. Untuk itu perawatan dapat memberi
kesempatan pada keluarga untuk belajar tentang penyakit, prosedur,
penyembuhan, terapi, dan perawatan pasien.
c. Untuk
meningkatkan kemampuan kontrol diri dapat akan kemampuan kontrol diri dapat
dilakukan dengan memberi kesempatan pada pasien mengambil keputusan, tidak
terlalu bergantung pada orang lain dan percaya diri. Berikan juga penguatan
yang positif dengan selalu memberikan pujian atas kemampuan klien dan keluarga
dan dorong terus untuk meningkatkannya
d. Fasilitasi klien
untuk tetap menjaga sosialisasinya dengan sesame klien yang ada, teman sebaya
atau teman sekolah. Berikan kesempatan padanya untuk saling kenal dan
membagi pengalamannya. Demikian juga interaksi dengan petugas kesehatan dan
keluarga harus difasilitasi oleh perawat karena selama dirumah sakit klien dan
keluarga mempunyai kelompok yang baru
5.
Dampak
Hospitalisasi
Menurut Asmadi (2008, hal : 36) secara umum
hospitaisasi menimbulkan dampak pada lima aspek,yaitu privasi,gaya
hidup,otonomi diri,peran,dan ekonomi.
a. Privasi
Privasi dapat diartika sebagai refleksi perasaan
nyaman pada diri seseorang dan bersifat pribadi. Bisa dikatakan,privasi adalah
suatu hal yang sifatnya pribadi. Sewaktu dirawat di rumah sakit klien
kehilangan sebagian privasinya.
b. Gaya Hidup
Klien yang dirawat di rumah sakit seringkali mengalami
perubahan pola gaya hidup. Hal ini disebabkan oleh perubahan situasi antara
rumah sakit dan rumah tempat tinggal klien. Juga oleh perubahan kondisi
kesehatan klien. Aktifitas hidup yang klien jalani sewaktu sehat tentu berbeda
aktifitas yang dijalaninya di rumah sakit. Apalagi jika yang dirawat adalah
seorang pejabat.
c. Otonomi
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,individu yang
sakit dan dirawat di rumah sakit berada dalam posisi ketergantungan. Artinya ia
akan “pasrah” terhadap tindakan apa pun,yang dilakukan oleh petugas kesehatan
demi mencapai keadaan sehat. Ini menunjukkan bahwa klien yang dirawat di rumah
sakit,akan mengalami peruahan otonomi.
d. Peran
Peran dapat diartikan sebagai seperangkat perilaku
yang diharapkan oleh individu sesuai dengan status sosialnya. Jika ia seorang
perawat,peran yang diharapkannya adalah peran sebagai perawat,bukan sebagai
dokter. Perubahan terjadi akibat hospitalisasi ini tidak hanya berpengaruh pada
individu,tetapi juga pada keluarga. Perubahan yang terjadi antara lain :
1) Perubahan peran
Jika salah seorang anggota keluarga sakit,akan terjadi
perubahan peran dalam keluarga.
2) Masalah keuangan
Keuangan keluarga akan terpengaruh oleh
hospitalisasi,keuangan yang sedianya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup
keluarga akhirnya digunakan untuk keperluan klien yang dirawat.
3) Kesepian
Suasana rumah akan berubah jika ada salah seorang
anggota keluarga dirawat. Keseharian keluarga yang biasanya dihiasi dengan
keceriaan,kegembiraan,dan senda gurau,anggotanya tiba-tiba diliputi oleh
kesedihan.
4) Perubahan
kebiasaan sosial
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat.
Karenanya, keluarga pun mempunyai kebiasaan dalam lingkup sosialnya. Sewaktu
sehat, keluarga mampu berperan serta dalam kegiatan sosial. Akan tetapi, saat
salah seorang anggota keluarga sakit, keterlibatan keluarga dalam aktivitas
sosial dimasyarakat pun mengalami perubahan.
C.
HOSPITALISASI
PADA ANAK
Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak,
saat anak sakit dan dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak
berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit,
sehingga kondisi tersebut menjadi faktor stressor bagi anak baik terhadap anak
maupun orang tua dan keluarga (Wong, 2000).
Hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan
berencana atau darurat yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit
untuk menjalani terapi dan perawatan. Meskipun demikian dirawat di rumah sakit
tetap merupakan masalah besar dan menimbulkan ketakutan, cemas, bagi anak (Supartini,
2004). Hospitalisasi juga dapat diartikan adanya beberapa perubahan psikis yang
dapat menjadi sebab anak dirawat di rumah sakit (Stevens,
1999).
Perubahan psikis terjadi dikarenakan adanya suatu
tekanan atau krisis pada anak. Jika seorang anak di rawat di rumah sakit, maka
anak tersebut akan mudah mengalami krisis yang disebabkan anak mengalami stres
akibat perubahan baik terhadap status kesehatannya maupun lingkungannya dalam
kebiasaan sehari-hari. Selain itu, anak mempunyai sejumlah keterbatasan dalam
mekanisme koping untuk mengatasi masalah maupun kejadian-kejadian yang sifatnya
menekan (Nursalam, Susilaningrum, dan Utami, 2005).
1.
Stressor pada
Anak yang Dirawat di Rumah Sakit
Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan krisis
utama yang tampak pada anak (Nursalam, Susilaningrum, dan Utami,
2005). Jika seorang anak dirawat di rumah sakit, maka anak tersebut
akan mudah mengalami krisis karena anak mengalami stres akibat perubahan yang
dialaminya. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan status kesehatan
anak, perubahan lingkungan, maupun perubahan kebiasaan sehari-hari. Selain itu
anak juga mempunyai keterbatasan dalam mekanisme koping untuk mengatasi masalah
maupun kejadian-kejadian yang bersifat menekan.
Stresor atau pemicu timbulnya stres pada anak yang
dirawat di rumah sakit dapat berupa perubahan yang bersifat fisik,
psiko-sosial, maupun spiritual. Perubahan lingkungan fisik ruangan seperti
fasilitas tempat tidur yang sempit dan kuang nyaman, tingkat kebersihan kurang,
dan pencahayaan yang terlalu terang atau terlalu redup. Selain itu suara yang
gaduh dapat membuat anak merasa terganggu atau bahkan menjadi ketakutan.
Keadaan dan warna dinding maupun tirai dapat membuat anak marasa kurang nyaman
(Keliat, 1998).
Beberapa perubahan lingkungan fisik selama dirawat di
rumah sakit dapat membuat anak merasa asing. Hal tersebut akan menjadikan anak
merasa tidak aman dan tidak nyaman. Ditambah lagi, anak mengalami perubahan
fisiologis yang tampak melalui tanda dan gejala yang dialaminya saat sakit. Adanya
perlukaan dan rasa nyeri membuat anak terganggu.
A. STRESSOR PADA INFANT
a. pengertian
Pada usia 6 bulan akan
memperlihatkan Separation Anxiety dimana bayi menenagis keras jika
ditinggal ibunya. Perlukaan dan rasa sakit : ekspresi wajah tidak menyenangkan,
pergerakan tubuh yg berlebihan dan menangis kuat.
b. Separation anxiety ( cemas
karena perpisahan )
-Pengertian terhadap realita
terbatas hubungan dengan ibu sangat dekat
-Kemampuan bahasa terbatas
c. Respon Infant akibat
perpisahan dibagi tiga tahap
1.Tahap Protes ( Fase Of
Protes )
-Menangis kuat
-Menjerit
-Menendang
-Berduka
-Marah
2.Tahap Putus Asa ( Phase
Of Despair )
-Tangis anak mula berkurang
-Murung, diam, sedih, apatis
-Tidak tertarik dengan aktivitas
di sekitarnya
-Menghisap jari
-Menghindari kontak mata
-Berusaha menghindar dari orang
yang mendekati
-Kadang anak tidak mau makan
3.Tahap Menolak ( Phase
Detachment / Denial )
-Secara samar anak seakan
menerima perpisahan ( pura-pura )
-Anak mulai tertarik dengan
sesuatu di sekitarnya
-Bermain dengan orang lain
-Mulai membina hubungan yang
dangkal dengan orang lain.
-Anak mulai terlihat gembira
d. Kehilangan Fungsi dan Kontrol
Hal ini terjadi karena ada
persepsi yang salah tentang prosedur dan pengobatan serta aktivitas di rumah
sakit, misalnya karena diikat/restrain tangan, kaki yang membuat anak
kehilangan mobilitas dan menimbulkan stress pada anak
e. Gangguan Body Image dan Nyeri
o Infant masih
ragu tentang persepsi body image
o Tetapi dengan
berkembangnya kemampuan motorik infant dapat memahami arti dari organ tubuhnya,
missal : sedih/cemas jika ada trauma atau luka.
o Warna seragam
perawat / dokter ( putih ) diidentikan
dengan prosedur tindakan yang
menyakitkan sehingga meningkatkan kecemasan bagi
infant.
Berdasarkan theory psychodynamic,
sensasi yang berarti bagi infant adalah berada di sekitar mulut dan genitalnya.
Hal ini diperjelas apabila infant cemas karena perpisahan, kehilanga biasanya menghisap jari, botol.
B. STRESSOR PADA ANAK USIA AWAL (
TODDLER & PRA SEKOLAH
Reaksi emosional ditunjukan
dengan menangis, marah dan berduka sebagai bentuk yang sehat dalam mengatasi
stress karena hospitalisasi. Pada usia 6 bulan akan
memperlihatkan Separation Anxiety
dimana bayi menenagis keras jika ditinggal ibunya.
Perlukaan dan rasa sakit :
ekspresi wajah tidak menyenangkan, pergerakan tubuh yg berlebihan dan menangis
kuat.
Respon prilaku yang anak sesuai dengan tahapannya yaitu :
1. Tahap
protes : nangis kuat, menjerit memanggil ortu, menolak perhatian orla.
2. Tahap
putus asa : namgis berkurang, tidak aktif, kurang minat bermain dan makan,
menarik diri, sedih dan apatis.
3. Tahap
denial : samar menerima, membina hubungan dangkal, dan anak mulai menyukai
lingkungan.
a.Pengertian anak tentang sakit:
1. Anak
mempersepsikan sakit sebagai suatu hukuman untuk perilaku buruk, hal ini
terjadi karena anak masih mempunyai keterbatasan tentang dunia di sekitar
mereka.
2. Anak
mempuyai kesulitan dalam pemahaman mengapa mereka sakit, tidak bias bermain
dengan temannya, mengapa mereka terluka dan nyeri sehingga membuat mereka harus
pergi ke rumah sakit dan harus mengalami hospitalisasi.
3. Reaksi
anak tentang hukuman yang diterimanya dapat bersifat passive, cooperative,
membantu atau anak mencoba menghindar dari orang tua, anak menjadi marah.
b.Separation /perpisahan
-anak takut dan cemas berpisah
dengan orang tua
-anak sering mimpi buruk
c.Kehilangan fungsi dan control
Dengan adanya kehilangan fungsi
sehubungan dengan terganggunya fungsi motorik biasanya mengakibatkan
berkurangnya percaya diri pada anak sehingga tugas perkembangan yang sudah
dicapai dapat terhambat. Hal ini membuat anak menjadi regresi; ngompol lagi,
suka menghisap jari dan menolak untuk makan.Restrain / Pengekangan dapat
menimbulkan anak menjadi cemas
d.Gangguan Body Image dan nyeri
-Merasa tidak nyaman akan
perubahan yang terjadi
-Ketakutan terhadap prosedur yang
menyakitkan
D.
STRESSOR PADA USIA PERTENGAHAN
Restrain atau immobilisasi dapat
menimbulkan kecemasan
a.Pengertian tentang sakit
- anak usia 5 – 7 tahun mendefinisikan bahwa mereka
sakit sehingga membuat mereka harus istirahat di tempat tidur
- Pengalaman anak yang terdahulu selalu mempengaruhi
pengertian anak tentang penyakit yang di alaminya.
b.Separation /Perpisahan
- Dengan semakin meningkatnya usia anak, anak mulai
memahami mengapa perpisahan terjadi.
- Anak mulai mentolerir perpisahan dengan orang tua yang
berlangsunng lama.
- Perpisahan dengan teman sekolah dan guru merupakan hal
yang berarti bagi anak sehingga dapat mengakibatkan anak menjadi cemas.
c.Kehilangan Fungsi Dan Kontrol
- Bagi anak usia pertengahan ancaman akan harga diri
mereka sehingga sering membuat anak frustasi, marah dan depresi.
- Dengan adanya kehilangan fungsi dan control anak
merasa bahwa inisiatif mereka terhambat.
d.Gangguan body image dan nyeri
- anak mulai menyadari tentang nyeri
- Anak tidak mau melihat bagian tubuhnya yang sakit atau
adanya luka insisi.
D. STRESSOR PADA ANAK USIA AKHIR
a.pengertian:
Anak mulai mulai memahami konsep
sakit yang bias disebbkan oleh factor eksternal atau bakteri, virus dan
lain-lain. Mereka percaya bahwa penyakit itu
bisa dicegah
b.Separation / Perpisahan
- Perpisahan dengan orang tua buakan merupakan suatu
masalah
- Perpisahan dengan teman sebaya / peer group dapat mengakibatkan
stress
- Anak takut kehilangan status hubungan dengan teman
c.Kehilangan fungsi control
Anak takut kehilangan control
diri karena penyakit dan rasa nyeri yang dialaminya.
d.Gangguan body Image
d.Gangguan body Image
- Anak takut mengalami kecacatan dan kematian
- Anak takut sesuatu yang terjadi atau berpengaruh
terhadap alat genitalianya
E. STRESSOR PADA
ADOLESCENT/REMAJA
a.Pengertian tentang sakit
- Anak mulai memahami konsep yang abstrak dan penyebab
sakit yang bersifat kompleks
- Anak mulai memahami bahwa hal-hal yang bias
mempengaruhi sakit.
b.Separation / Perpisahan
- Anak remaja sangat dipengaruhi oleh peer groupnya,
jika mereka sakit akan menimbulkan stress akan perpisahan dengan teman
sebayanya.
- Anak juga kadang menghinda dan mencoba membatasi
kontak dengan peer groupnya jika mereka mengalami kecacatan.
c.Kehilangan fungsi control
- bagi remaja sakit dapat mempengaruhi fungsi
kemandirian mereka.
- Penyakit kronis dapat menimbulkan kehilangan dan
mengncam konsep diri remaja.
- Reaksi anak biasanya marah frustasi atau menarik diri
d.Gangguan body image
- sakit pada remaja mengakibatkan mereka merasa berbeda
dengan peer groupnya dan sangat mempengaruhi kemampuan anak dalam menangani
stress karena adanya perubahan body image. Remaja khawatir diejek oleh teman /
peer groupnya.
- Mengalami stress apabila dilakukan pemeriksaan fisik
yang berhubungan dengan organ seksual.
F. STRESSOR DAN REAKSI KELUARGA
SEHUBUNGAN DENGAN HOSPITALISASI ANAK
Bagian integral dari keluargaàAnak Jika anak harus menjalani hospitalisasi akan memberikan pengaruh terhadap angggota keluarga dan fungsi keluarga ( Wong & Whaley, 1999)
Bagian integral dari keluargaàAnak Jika anak harus menjalani hospitalisasi akan memberikan pengaruh terhadap angggota keluarga dan fungsi keluarga ( Wong & Whaley, 1999)
A. Reaksi orang tua dipengaruhi
oleh :
1.Tingkat keseriusan penyakit ana
2.Pengalaman sebelumnya terhadap
sakit dan hospitalisasi
3.Prosedur pengobatan
4.Kekuatan ego individu
5.Kemampuan koping
6.Kebudayaan dan kepercayaan
7 Komunikasi dalam keluarga
Pada umumnya reaksi orang tua:
1.Denial / disbelief
Tidak percaya akan penyakit
anaknya
2.Marah / merasa bersalah
Merasa tidak mampu merawat
anaknya
3.Ketakutan, cemas dan frustasi
-Tingkat keseriusan penyakit
-Prosdur tindakan medis
-Ketidaktahuan
4.Depresi
-terjadi setelah masa krisis anak
berlalu
-Merasa lelah fisik dan mental
-Khawatir memikirkan anaknya yang
lain di rumah
-Berhubungan dengan efek samping
pengobatan
-Berhubungan dengan biaya
pengobatan dan perawatan
G. Reaksi sibling
a.Pada umumnya reaksi sibling
-merasa kesepian
-Ketakutan
-Khawatir
-Marah
-Cemburu
-Rasa benci
-Rasa bersalah
b.Pengaruh pada fungsi keluarga
-Pola Komunikasi
-Komunikasi antar anggota keluarga
terganggu
-Respon emosional tidak dapat
terkontrol dengan baik
c. Penurunan peran anggota
keluarga
Pola komunikasi
-Kehilangan peran orang tua
-Perhatian orang tua tertuju pada
anak yang sakit dan di rawat
-Kadang orang tua menyalahkan
sibling sebagai perilaku antisocial.
d. Cara mengatasi masalah yang
mungkin timbul sehubungan dengan hospitalisasi anak
· Libatkan
orang tua dalam mengatasi stress anak dan pelaksanaan asuhan keperawatan
· Bina
hubungan saling percaya antara perawat dengan anak dan keluarga.
· Kurangi
batasan-batasan yang diberikan pada anak
· Beri
dukungan pada anak dan keluarga
· Beri
informasi yang adekuat.
H. REAKSI ORTU DAN SAUDARA
KANDUNG TERHADAP ANAK YANG DIHOSPITAL
1. Reaksi ortu :
· Perasaan
cemas dan takut : perasaan tersebut muncul pada saat ortu melihat anak mendapat
prosedur menyakitkan ( Perawat harus bijaksana dan bersikap pada anak dan
ortu).
· Cemas
yang paling tinggi dirasakan ortu pada saat menunggu informasi ttg diagnosis
penyakit anaknya.
· Rasa
takut muncul pada ortu terutama akibat takut kehilangan anak pada kondisi
sakit terminal.
· prilaku
yang sering ditunjukkan ortu : sering bertanya ttg hal yang sama secara
berulang pada org berbeda, gelisah, ekspresi wajah tegang, dan bahkan marah.
2. Perasaan Sedih : Muncul pada
saat anak dalam kondisi terminal dan ortu mengetahui bahwa tidak ada lagi
harapan anaknya untuk sembuh.
3. Perasaan frustasi
: Muncul pada kondisi anak yang telah dirawat cukup lama dan dirasakan
tidak mengalami perubahan serta tidak adekuatnya dukungan psikologis.
Reaksi saudara kandung
· Marah
· Cemburu
· Benci
dan bersalah
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Stress adalah
suatu keadaan yang bersifat internal yang disebabkan oleh tuntutan fisik ,
lingkungan dan situasi sosial yang merusak dan tidak terkontrol. Stress
sangat bersifat individu yang bersifat merusak bila tidak ada
keseimbangan antara daya tahan mental individu orang ituterhadap beban
yang dirasakannya. faktor kunci dari stress adalah persepsi seseorang dan
penilain terhadap situasi dan kemampuan untuk menghadapi atau mengambil manfaat
dari situasi yang dianggap membebaninya. Faktor penyebab stress adalah faktor
internal dan faktor internal.
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena
suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan klien untuk tinggal
dirumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali
kerumah. Selama proses tersebut anak dan orang tua dapat mengalami berbagai
kejadian yang menurut beberapa penelitian ditunjukkan dengan pengalaman yang
sangat traumatic dan penuh dengan stress, ( Supartini, 2004 hal : 188 ).
Hospitalisasi merupakan pengalaman yang penuh tekanan,
utamanya karena perpisahan dengan lingkungan normal dimana orang lain berarti,
seleksi perilaku koping terbatas, dan perubahan status kesehatan ( Potter &
Perry, 2005, hal : 665 )
Macam – macam hospitalisasi adalah Hospitalisasi
Informal, Hospitalisasi Volunter, Hospitalisasi Involunter, Hospitalisasi Gawat
Darurat. Manfaat Hospitalisasi
Menurut Supartini (2004, hal : 198) manfaat
hospitalisasi, sebagai berikut : Membantu perkembangan keluarga dan pasien,
Hospitalisasi dapat dijadikan media untuk belajar, Untuk meningkatkan kemampuan
kontrol diri, Fasilitasi klien untuk tetap menjaga sosialisasinya dengan sesame
klien yang ada, teman sebaya atau teman sekolah.
Hospitalisasi pada anak adalah suatu keadaan krisis
pada anak, saat anak sakit dan dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi
karena anak berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu
rumah sakit, sehingga kondisi tersebut menjadi faktor stressor bagi anak baik
terhadap anak maupun orang tua dan keluarga (Wong, 2000).
DAFTAR
PUSTAKA
http://duniakesehatan1.blogspot.com/2011/04/konsep-hospitalisasi.html
makasih yaa atas informasinya.,
ReplyDeleteiya masama :) semoga bermanfaat...
DeleteThanks utk makalahnya
ReplyDeletemasama, semoga bermanfaat :)
Deleteterimakasih :)
ReplyDeletesama-sama... semoga bermanfaat :)
Deletevery good I like this paper..................
ReplyDeletelive draw sydney
live draw sgp
live draw hk